Bersiwak, dengan Tangan Kanan atau Tangan Kiri?
Anjuran Mendahulukan Bagian Kanan
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ»
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai untuk mendahulukan bagian kanan (daripada bagian yang kiri) ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang baik atau mulia).” (HR. Bukhari no. 168; 5926 dan Muslim no. 268)
Di dalam hadits ini, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan kebiasaan yang disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu mendahulukan bagian tubuh bagian kanan daripada bagian tubuh yang kiri ketika memakai sandal, menyisir atau merapikan rambut, bersuci dari hadats (misalnya wudhu dan mandi wajib), dan dalam semua urusan yang sejenis dengan yang disebutkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, seperti memakai baju (gamis), celana, tidur, makan, minum, dan semisalnya. Hal ini dalam rangka memuliakan bagian kanan daripada bagian kiri. Adapun masalah-masalah yang kotor, maka yang lebih utama adalah mendahulukan bagian kiri. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membersihkan kotoran dengan tangan kanan, melarang menyentuh kemaluan dengan tangan kanan ketika buang air, karena tangan kanan adalah untuk hal-hal yang baik dan bersih. Sedangkan tangan kiri untuk selain itu. Demikian pula, dianjurkan untuk mendahulukan kaki kiri ketika masuk WC (toilet). [1, 2]
Lalu, Bagaimana dengan Bersiwak?
Ketika bersiwak, dianjurkan pula untuk mendahulukan membersihkan bagian kanan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas. [3]
Namun, para ulama berbeda pendapat tentang manakah yang lebih utama, bersiwak dengan tangan kanan ataukah dengan tangan kiri?
Sebagian ulama berpendapat bahwa bersiwak bukanlah termasuk hal yang kotor, sehingga dianjurkan dengan tangan kanan, bukan dengan tangan kiri. Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدْتُهُ «يَسْتَنُّ بِسِوَاكٍ بِيَدِهِ يَقُولُ أُعْ أُعْ، وَالسِّوَاكُ فِي فِيهِ، كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ»
“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendapati beliau sedang menggosok gigi dengan kayu siwak di tangannya. Beliau mengeluarkan suara, U’ U’, sedangkan kayu siwak masih berada di mulutnya, seolah-olah beliau hendak muntah.” (HR. Bukhari no. 244 dan Muslim no. 254)
Imam Bukhari rahimahullah meletakkan hadits ini dalam bab “Bersiwaknya Pemimpin di Hadapan Rakyatnya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang pemimpin, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak ketika berada di tengah-tengah jamaah sahabatnya. Oleh karena itu, bersiwak bukanlah termasuk hal yang kotor. Sehingga jika ada seseorang yang bersiwak di sebuah pertemuan (majelis), tidak boleh dicela dengan mengatakan bahwa bersiwak itu termasuk hal yang kotor atau menjijikkan. Jika termasuk hal yang kotor, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan melakukannya di hadapan manusia. Dari sinilah kemudian diambil kesimpulan bahwa bersiwak itu hendaknya dengan tangan kanan. [4]
Para ulama yang memilih pendapat ini juga mengatakan bahwa siwak termasuk amalan sunnah, yang merupakan (murni) ketaatan atau mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, sehingga tidak selayaknya dengan tangan kiri. Jika siwak termasuk ibadah, maka yang lebih utama adalah dengan tangan kanan.
Pendapat ke dua mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bersiwak dengan tangan kiri, dan inilah pendapat yang terkenal (masyhur) dalam madzhab Hanbali. Hal ini karena siwak termasuk bagian dari membersihkan kotoran atau bau dari dalam mulut. Dan menghilangkan kotoran hendaknya dengan tangan kiri, sebagaimana ketika istinja’ (membersihkan kemaluan).
Ulama madzhab Maliki merinci masalah ini. Mereka mengatakan, jika siwak bertujuan untuk membersihkan mulut, seperti ketika bangun tidur dan menghilangkan sisa makanan atau minuman di dalam mulut, maka hendaknya dengan tangan kiri. Hal ini karena siwak ketika itu termasuk bagian dari menghilangkan (membersihkan) kotoran. Adapun jika bertujuan untuk murni ketaatan, seperti bersiwak ketika hendak berwudhu untuk mendirikan shalat, maka hendaknya dengan tangan kanan. Hal ini karena siwak dalam kondisi seperti ini bertujuan untuk melaksanakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [5]
Setelah menjelaskan perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Terdapat kelonggaran dalam masalah ini, karena tidak adanya dalil yang jelas.” [6]
Berdasarkan kesimpulan yang disampaikan Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah di atas, maka tidak mengapa bersiwak dengan tangan kanan ataupun dengan tangan kiri.
***
Selesai disusun di Masjid Nasuha, Rotterdam NL, ba’da maghrib 4 Jumadil Ula 1436
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
[1] Lihat Taisiirul ‘Allaam, hal. 28.
[2] Syarh ‘Umdatul Ahkaam, 1/39.
[3] Asy-Syarhul Mumti’, 1/155.
[4] Syarh ‘Umdatul Ahkaam, 1/60-61.
[5] Asy-Syarhul Mumti’, 1/155.
[6] idem, 1/156.
Referensi:
- Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, cetakan ke empat, Daar Ibnul Jauzi KSA, tahun 1435.
- Syarh ‘Umdatul Ahkaam, Syaikh Dr. Sa’ad bin Naashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy-Syatsri, cetakan pertama, Kunuuz Isbiliya Riyadh KSA, tahun 1429.
- Taisiirul ‘Allaam Syarh ‘Umdatul Ahkaam, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al-Bassaam, cetakan pertama, Maktabah Al-Asadiyyah Makkah KSA, tahun 1433.
Artikel Muslim.Or.Id
🔍 Menunda Kehamilan Dalam Islam, Sejarah Aliran Syiah Dan Konsep Ajarannya, Keutamaan Membaca Surat Al Ikhlas, Uzlah
Artikel asli: https://muslim.or.id/24686-bersiwak-dengan-tangan-kanan-atau-tangan-kiri.html